Selasa, 24 November 2009

Tanggapan atas isi Film Dokumenter “Faces of Everyday Corruption in Indonesia”


 

A.     Latar Belakang

                “Korupsi merupakan Tradisi.” Kata korupsi memang sudah akrab ditelinga masyarakat indonesia. Mulai dari anak-anak, anak sekolah, remaja, ibu rumah tangga, tukang sayur, sopir hingga kakek nenek di panti jompo pun tahu apa itu korupsi. Seperti yang ditayangkan pada opening film dokumenter “Faces of Everyday Corruption in Indonesia”, menunjukan anak-anak Sekolah Dasar begitu akrab dengan korupsi. Mereka paham apa itu korupsi karena begitu sering telinganya mendengar ataupun membaca kata korupsi. Tapi sayang, di sekolah mereka cuma diajarkan untuk tidak mencuri, tetapi mereka tidak diajarkan untuk tidak korupsi. Meskipun korupsi itu setali tiga uang dengan mencuri. Sehingga yang terjadi adalah, saat mereka melakukan korupsi, mereka tidak menyadarinya dan hal itu terus dilakukan hingga menjadi kebiasaan dan menjadi tradisi.

                Ilustrasi diatas bukanlah satu-satunya yang memiliki andil dalam menjadikan korupsi sebagai salah satu budaya asli indonesia. Banyak pakar mengatakan ini merupakan warisan dari orde baru. Ada pula pakar yang mengatakan di jaman kemerdekaan pun korupsi telah terjadi. Lain lagi dengan sejarawan. Banyak dari mereka mengatakan bahwa korupsi adalah salah satu bentuk pembodohan yang dilakukan oleh penjajah kepada bangsa kita. Tetapi sebagian lagi justru mengatakan korupsi telah ada di nusantara ini sejak jaman kerajaan-kerajaan dahulu. Apa yang disebut dengan upeti mereka anggap merupakan salah satu produk korupsi. Namun, apapun bentuknya, apapun namanya, bagaimanapun caranya, sejak kapanpun itu, korupsi telah menggerogoti bangsa ini dengan terang-terangan. Bukan hanya dalam bentuk material, korupsi telah menghancurkan moral bangsa kita sehingga masyarakat kita pun pesimis bisa memberantas korupsi. Seperti salah satu cuplikan dalam film tersebut, dimana sepasang remaja dengan meyakinkan mengatakan bahwa setiap orang indonesia pasti pernah melakukan korupsi, termasuk mereka juga tentunya. Begitu yakinnya mereka mengatakan itu pasti. Dan ketika ditanya kenapa mereka sendiri juga melakukan korupsi, dengan santainya mereka berkata “sudah adatnya orang indonesia kali…”. Hmm… adat..??!! Dan satu lagi adegan yang membekas di benak saya, seorang warga saat diwawancara mengatakan bahwa korupsi boleh-boleh saja, asalkan nilainya kecil dan tidak merugikan orang banyak. Begitu mudahnya mereka mencari pembenaran untuk melakukan korupsi. Jadi, apakah benar kita menyerah terhadap korupsi??

Di Indonesia perkembangan korupsi terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian yang ditimbulkannya. Korupsi merupakan masalah serius yang secara nyata telah membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, utamanya dalam merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas bangsa kita. Korupsi juga merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.

Menyadari semakin kompleksnya permasalahan korupsi di tengah-tengah krisis multi-dimensional serta ancaman nyata yang pasti terjadi. Maka korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus ditanggapi serius oleh semua elemen bangsa baik masyarakat pada umumnya serta pemerintah dan aparat penegak hukum pada khususnya.

 


 

B.     Pembahasan

         Ada yang merasa heran, mengapa korupsi sukar diberantas di Indonesia. Ada pula yang heran, mengapa orang berteriak-teriak memberantas korupsi, tetapi ketika orang itu menjadi pejabat, lebih agresif dalam mengkorup. Orang lebih heran lagi ketika menyaksikan, lembaga yang ditugaskan untuk menyelamatkan keuangan negara dari salah urus, malah mereka sendiri yang memakan uang negara tersebut.

         Salah satu sebab dari semua penomena tersebut adalah hampir semua orang tidak mengetahui secara menyeluruh, bagaimana wajah korupsi di Indonesia. Disebabkan ketidak-tahuan itulah, segala program pemberantasan korupsi seperti berjalan di tempat. Untuk itu sebelum membahas penanggulangannya, ada baiknya kita memilah dulu yang mana saja praktik kejahatan yang termasuk praktik korupsi. Berikut ini beberapa jenis korupsi yang sering terjadi dalam masyarakat dan birokrasi :

         a. Suap

b. Hadiah

c. Pemerasan

d. Pungli

e. Mark Up

f. Transaksi rahasia

g.   Penggelapan

h. Menghianati amanah

i.    Melanggar sumpah jabatan

j.    Kolusi

k.   Nepotisme

l.    Penyalahgunaan jabatan dan fasilitas negara

 

Dari  beberapa jenis korupsi tersebut, dan dari informasi di internet maupun di media massa , penulis dapat menarik asumsi bahwa korupsi disebabkan oleh hal berikut :

1.       Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai atau karyawan dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat;

2.       Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien;

3.       Latar belakang kebudayaan atau kultural indonesia yang sangat sosial dan sangat toleransi membuat meluasnya korupsi;

Jika dijabarkan lebih rinci, mungkin banyak sekali penyebab timbulnya praktik korupsi. Tetapi menurut penulis, tiga hal inilah yang paling pokok.

                Tingginya angka inflasi mengakibatkan kenaikan harga barang lebih cepat dari kenaikan gaji, sehingga membuat karyawan atau pegawai perlu untuk mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ataupun keluarganya. Karena kurangnya kemampuan dari orang tersebut semakin menyusahkan dirinya untuk mencari penghasilan tambahan diluar pekerjaannya. Dari keadaan yang terjepit tersebut mungkin timbul ide-ide kotor untuk menggunakan jalan pintas yaitu mencuri alias korupsi.

                Seperti halnya kejahatan, yang muncul dari adanya niat bertemu dengan kesempatan,maka begitu pula dengan korupsi. Dari timbulnya niat karena himpitan ekonomi, bertemu kesempatan yaitu manajemen dan pengendalian yang kurang baik dalam organisasi maka praktik korupsi akan dapat dilakukan dengan leluasa. Sekali dilakukan dengan sukses, maka praktik ini tentu akan diulang-ulang dan pada akhirnya akan menjadi kebiasaan bahkan naik tingkatannya menjadi budaya.

                Tipikal masyarakat indonesia adalah sosial. Artinya pengaruh sosial sangatlah kuat pengaruhnya terhadap masing-masing individu. Ditambah dengan adanya aturan-aturan tidak tertulis yang mengatur tingkah laku masyarakat indonesia. Praktik korupsi yang mungkin awalnya coba-coba kemudian menjadi kebiasaan, dan setelah dilakukan oleh banyak orang menjadi tradisi. Dan seseorang yang bersihpun akhirnya akan sulit mempertahankan idealismenya melawan budaya korupsi yang menjadi“aturan tak tertulis”. Salah satu ungkapan yang pernah dengar dari atasan saya, seorang pejabat pemerintahan yaitu, ”Jika kamu ingin bermain bola ditengah hujan, jangan berharap pulang dengan tanpa noda.”

                Mengenai akibat korupsi, ada dua pendapat yang dapat ditangkap oleh penulis dari tulisan-tulisan bebas di internet, yaitu :

1.       sebagian orang mengatakan korupsi itu tidak selalu berakibat negatif, kadang berakibat positif, ketika korupsi itu berfungsi sebagai uang pelicin yang bagaikan minyak pelumas pada mesin.

2.       sedangkan sebagian lagi mengatakan bahwa korupsi itu tidak pernah membawa akibat positif.

Penulis lebih setuju dengan anggapan yang kedua, dimana korupsi tidak akan pernah membawa akibat positif . Mengapa?? Sebab konteks yang kita bicarakan disini adalah kepentingan masyarakat indonesia pada umumnya. Bukan pribadi-pribadi seseorang. Mungkin untuk sementara waktu si pelaku korupsi mungkin merasa diuntungkan akan tindakannya dan orang lain juga tidak merasa terbebani oleh tindakan tersebut. Tetapi secara tidak langsung, akibat negatif dari korupsi  akan terakumulasi dan jika sudah mengakar dalam suatu organisasi, korupsi akan semakin diberantas. Dan saat itulah, mereka akan merasa korupsi memang membawa akibat negatif. Karena itu, betapapun licinnya uang pelicin tersebut, orang lain atau bahkan pelakunya pasti  terkena dampaknya secara langsung maupun tidak langsung.

                Setelah kita memahami apa yang dimaksud dengan korupsi, apa penyebabnya, dan bagaimana akibatnya, mungkin kita akan bertanya, bagaimana cara memberantasnya??. Penulis menganalogikan pemberantasan korupsi seperti pemberantasan nyamuk. Sebelum membasmi nyamuk kita tentu harus menyiapkan prosedur pencegahan, bagaimana caranya agar nyamuk tidak berkembang biak, atau tidak masuk ke dalam rumah. Seperti memasang kasa nyamuk pada ventilasi udara, menguras dan menutup bak penampungan air, dan lain sebagainya. Setelah itu baru kita lakukan tindakan pemberantasan, seperti penyemprotan, menggunakan raket listrik, dan lain sebagainya.

                Substansi pemberantasan korupsi bukanlah pada penindakan. Tapi, pencegahan. Karena, penindakan dilakukan setelah adanya korupsi. Persis pemadam kebakaran. Sedangkan, pencegahan justru dilakukan di muka dan seterusnya. Tujuannya untuk menutup peluang semaksimal mungkin bagi terjadinya korupsi. Apa bentuknya? Berikut adalah beberapa langkah pencegahan untuk menghilangkan niat dan kesempatan melakukan korupsi.

1.       Menciptakan sistem manajemen yang efektif dan efisien:

Dalam menciptakan sistem manajemen yang handal, pemimpin organisasi harus memperhatikan empat aktivitas manajemen dengan menyeluruh. Yaitu Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Kepemimpinan (Actuating), dan Pengendalian (Controlling). Keempat aktivitas ini selain harus dilaksanakan dengan berdasarkan efektivitas dan efisiensinya juga harus didasarkan pada keinginan yang tinggi untuk memberantas korupsi. Ada beberapa bagian penting dari sistem manajemen yang perlu mendapat perhatian khusus, karena bagian ini memiliki peranan penting dalam memberantas korupsi, yaitu :

a.       Otorisasi dan pemisahan fungsi

Setiap fungsi dalam organisasi tentu memiliki supervisor masing-masing. Otorisasi merupakan salah satu sistem pengawasan yang efektif terhadap kinerja masing-masing fungsi. Selain itu, setiap fungsi harus dipisahkan satu sama lain. Dengan demikian maka akan ada mekanisme saling mengawasi dan pemeriksaan silang (crosscheck) antar fungsi .

b.      Manajemen otomasi

Dengan pesatnya kemajuan teknologi, peranannya dalam organisasi pun semakin meningkat. Dengan sistem terkomputerisasi, maka setiap tindakan, kebijakan dan keputusan diambil oleh setiap karyawan akan selalu mengikuti apa yang terprogram dalam komputer. Sehingga memperkecil peluang terjadinya kesalahan baik yang sengaja maupun tidak disengaja. Dan kalaupun terjadi kesalahan maka semua itu akan mudah diketahui dan ditelusuri siapa pelakunya.

c.       SDM dan integritas pribadi yang unggul

Karyawan atau pegawai merupakan ujung tombak apakah suatu organisasi berjalan baik atau tidak. Dengan sistem perekrutan pegawai yang sportif tentu akan menghasilkan pegawai yang bermutu juga. Departemen Keuangan contohnya. Melalui Ujian Saringan Masuk STAN, tidak satupun pegawai yang dirrekrut merupakan hasil suap (korupsi). Maka dari itu kualitas SDM nya sangat terjaga.

d.      Kesejahteraan pegawai yang cukup

Sesuai dengan teori hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow mengenai motivasi. Manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi seperti sandang, pangan dan papan dan juga kebutuhan sebagai manusia seperti kebutuhan sosial, harga diri dan aktualisasi diri. Organisasi harus memperhatikan hal ini sehingga mampu memberikan kesejahteraan bagi pegawainya. Hal ini memberikan motivasi untuk lebih profesional dalam bekerja dan bukan untuk korupsi

e.      Birokrasi yang tidak birokratis

Sering kali kita mendengar keluhan tentang birokrasi yang berbelit-belit, di ping-pong, lambat dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena birokrasi yang birokratis, yang dipopulerkan oleh Max Weber dan Henry Fayol ini, memiliki struktur Hierarki yang bertingkat-tingkat. Sehingga pengambilan keputusan membutuhkan jangka waktu yang lama. Untuk itu pihak manajemen sangat diharapkan untuk memperbaiki sistem ini agar lebih fleksibel dalam pengambilan keputusan, tetapi tetap mempertimbangkan aspek pengendalian internal.

f.        Reward and punishment

Reward atau penghargaaan merupakan contoh motivasi positif bagi para pegawai agar terus meningkatkan kinerja, dan kepatuhan terhadap aturan maupun atasan. Sedangkan Punishment atau sanksi  merupakan salah satu bentuk motivasi negatif yang diharapkan agar dapat membuat pegawainya lebih teliti sehingga tidak berbuat kesalahan dan juga agar pera pegawainya mengurungkan niatnya untuk berbuat penyelewengan.  Bagian ini harus jelas aturan mainnya dan juga pelaksanaannya. Sebab pemberian hadiah dan hukuman dengan tidak adil kepada pegawai dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan gejolak di antara para pegawai.

2.       Keteladan Pemimpin

a.       Pemimpin yang bersih dari segala bentuk KKN.

Pemimpin yang baik harus selalu memberikan contoh yang baik kepada bawahannya. Tingkah laku seorang pemimpin biasanya dijadikan tolak ukur bagi karyawannya. Memiliki pemimpin yang disiplin membuat pegawainya ikut disiplin. Sedangkan pemimpin yang Korupsi dianggap oleh pegawainya sebagai pembenaran ikut korupsi.

b.      Pemimpin yang komunikatif

Komunikatif disini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan negosiasi yang efektif. Pemimpin harus memahami struktur wewenang dan koordinasi dengan baik sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diluruskan tanpa harus menimbulkan gejolak. Disamping itu, pemimpin yang komunikatif dapat mempengaruhi pegawainya untuk bertindak sesuai dengan tekad pemberantasan korupsi.

c.       Pemimpin yang memiliki sense of crisis

Para pegawai selalu memperhatikan bagaimana pemimpinnya bertindak untuk menangani masalah yang timbul dalam organisasi. Pemimpin yang tidak tanggap akan dinilai negatif oleh bawahannya, hal ini dapat melunturkan loyalitas pegawai terhadap organisasi. Sehingga penyelewengan-penyelewengan lain akan muncul termasuk korupsi.

3.       Peran serta masyarakat yang pro aktif

a.       Mensosialisasikan usaha pemberantasan korupsi, baik dalam bentuk ceramah, seminar, diskusi, penulisan oleh LSM, NGO, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, media massa maupun individu anggota masyarakat

b.      Melaporkan setiap pejabat yang diduga KKN kepada instansi penegak hukum, khususnya KPK

c.       Tidak memilih anggota legislatif, gubernur, bupati dan walikota yang tidak bersih dari unsur KKN


 

C.     Kesimpulan

Dengan langkah-langkah tersebut diatas. Penulis yakin “Budaya Korupsi” di indonesia segera dapat dimuseumkan. Hanya saja masalahnya kembali kepada pejabat-pejabat pemerintahan kita. Seberapa berani mereka melawan arus deras praktek korupsi di Indonesia. Sama halnya seperti memerangi kejahatan, memerangi korupsi juga penuh dengan resiko. Bagi pejabat yang memerangi korupsi di dalam organisasinya sendiri tentu menghadapi ancaman-ancaman yang besar dari komplotan koruptornya seperti ancaman mutasi ke daerah terpencil, ancaman boikot, bahkan ancaman pembunuhan. Termasuk bagi pejabat-pejabat institusi pemberantasan korupsi. Ketua KPK contohnya. Mereka pernah mengatakan bahwa ancaman merupakan makanan sehari-hari mereka. Dan kasus yang akhir-akhir ini merebak di berbagai media, dimana ketua KPK didakwa pelakukan penyalahgunaan wewenang hingga mereka ditahan, merupakan salah satu bentuk ancaman bagi mereka.

Untuk itu dukungan masyarakat sangatlah diperlukan untuk mendorong dan memback-up pejabat-pejabat ini agar lebih berani melawan arus korupsi. Meskipun koruptor yang dihadapinya juga sama-sama pejabat negara. Media informasi bisa dimanfaatkan untuk memperoleh dukungan ini. Pimpinan KPK yang sempat mendekam di penjara kmaren contohnya, mendapatkan dukungan sebnyak 1.343.070 orang di salah satu situs jejaring internet. Selain itu, media massa bebas mengungkap fakta. Era keterbukaan ini juga pertanda dari akan runtuhnya jaman kegelapan bangsa indonesia. Tidak ada media massa yang di bredel. Tidak ada wartawan yang digugat. Mata masyarakat Indonesia telah terbuka. Jadi tunggu apa lagi. Kini giliran kita…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar